Salah satu penyakit pasca gempa yang mengintai korban gempa adalah Leptospirosis. Penyakit ini adalah salah satu penyakit menular yang berasal dari hewan dan menjangkiti manusia dan termasuk penyakit zoonosis paling sering di dunia.
Leptospirosis disebabkan bakteri patogen berbentuk spiral genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40 persen.
Infeksi ringan diperkirakan pada 90 persen kasus. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita yang mempunyai daya tahan tubuh rendah mempunyai resiko kematian tinggi. Pada usia di atas 50 tahun, risiko kematiannya bisa mencapai 56 persen. Pada penderita ikterus yang sudah mengalami kerusakan hati, risiko kematiannya lebih tinggi.
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, mayoritas berusia 10-39 tahun, maka bisa jadi usia adalah sebuah faktor risiko.
Di Indonesia, penularan paling sering adalah melalui tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi urine tikus yang terinfeksi leptospira.
Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus. Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien.
Masa inkubasi leptospirosis 2 - 26 hari. Sekali berada di aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan gangguan khususnya hati dan ginjal. Pada ginjal kuman bisa menyebabkan peradangan ginjal dan kematian jaringan sampai gagal ginjal. Gangguan hati juga mungkin terjadi sehingga bisa menyebabkan ikterus (kulit berwarna kekuningan). Jika leptospira mengenai otot maka bisa menyebabkan pembengkakan, kerusakan jaringan hingga gangguan permeabilitas kapiler pembuluh darah sedangkan gangguan paru yang sering terjadi adalah batuk darah.
Infeksi leptospirosis mempunyai gejala yang sangat bervariasi bahkan kadang hampir tidak ada gejala sehingga sering terjadi kesalahan dalam mendiagnosa. Hampir 15-40 persen penderita yang terinfeksi tidak bergejala tetapi pemeriksaan laboratorium positif.
Cara menghindari atau mengurangi resiko leptospirosis adalah dengan menghindari atau mengurangi kontak dengan binatang yang kira- kira terkena air atau lahan yang tercemar. Pakailah sarung tangan, baju dan kacamata pelindung. Perhatikan kebersihan lingkungan dan binatang pengerat seperti tikus harus diperhatikan.
Komplikasi tergantung dari perjalanan penyakit dan pengobatannya. Perkiraan kondisi penderita di masa depan tergantung dari ringan atau beratnya infeksi.
No comments:
Post a Comment