Tuesday, October 26, 2010

ANTIBIOTIK GANGGU KESEIMBANGAN BAKTERI DI USUS.

Meskipun terbilang ringan, para ilmuwan asal Amerika Serikat mengutarakan antiobiotik ternyata dapat mengganggu keseimbangan mikroba yang hidup di usus dan berpotensi membahayakan kesehatan.

Sebuah hasil studi yang melibatkan tiga perempuan yang diberi antibiotik jenis ciprofloxacin menunjukkan bahwa obat itu justru dapat menekan seluruh bakteri baik.

Akibatnya, salah satu sukarelawan membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan hingga pulih. Hasil studi yang diterbitkan pada jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences edisi September 2010 mendukung asumsi umum bahwa antibiotik dapat merusak bakteri baik di dalam tubuh.

Penelitian ini tentunya juga mendukung ide di balik berkembangnya produk probiotik, seperti yoghurt. Para peneliti melakukan uji coba terhadap tiga sukarelawan selama sepuluh bulan. Selama lima hari dalam satu minggu, setiap harinya mereka diberi antibiotik ciprofloxacin. Mereka lalu menjalani tes sampel DNA guna mengetahui jenis mikroba apa yang hidup di usus.

"Efek ciprofloxacin pada mikrobiota usus bersifat mendalam dan cepat," kata Les Dethlefsen dan David Relman dari Universitas Stanford di California.

Semakin hari semakin banyak saja penelitian yang mengungkap bahwa manusia dan hewan memiliki saling ketergantungan dengan bakteri. Bakteri baik dalam usus membantu sistem pencernaan dan dapat mengusir bakteri jahat. "Usus merupakan salah satu tempat yang paling kompleks di bumi," kata seorang peneliti. Ia menerangkan bakteri dalam usus dapat berpengaruh pada potensi obesitas dan alergi.

Bukan baru kali ini peneliti menemukan efek negatif dari penggunaan antibiotik. Sebenarnya penggunaan antibiotik secara benar dan sesuai dengan indikasi memang harus diberikan—meskipun terdapat pertimbangan bahaya efek samping dan mahalnya biaya. Tetapi yang menjadi masalah, bila penggunaannya berlebihan, banyak kerugian yang terjadi.

Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan antibiotik yakni gangguan beberapa organ tubuh, apalagi bila diberikan kepada bayi dan anak-anak. Sebab, sistem tubuh dan fungsi organ pada bayi dan anak-anak masih belum tumbuh sempurna. Anak berisiko paling sering mendapatkan antibiotik karena lebih sering sakit akibat daya tahan tubuh lebih rentan.

Bila dalam setahun anak mengalami sembilan kali sakit, maka 9x7 hari atau 64 hari anak mendapatkan antibiotik.

Gangguan organ tubuh yang bisa terjadi di antaranya gangguan saluran pencernaan, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah. Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan, seperti ruam dan gatal; sampai dengan yang berat, seperti pembengkakan bibir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa atau reaksi anafilaksis.

Pemakaian antibiotik secara berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada di dalam tubuh kita sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur atau yang disebut superinfection.

Lalu, bagaimana seharusnya sikap masyarakat atau orang tua terhadap penggunaan antibiotik?

Bila penggunaan antibiotik berlebihan dikarenakan faktor dokter, pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya tentang diagnosis penyakit, rencana, tujuan, dan efek samping pengobatan tersebut. Pasien bisa berdiskusi dengan dokter, apakah ada kemungkinan pengobatan dilakukan tanpa menggunakan antibiotik.

No comments:

About this blog

Blog ini adalah kumpulan informasi ringan yang berhubungan dengan kesehatan, sejarah dan berita-berita terkini.